Rabu, 04 Juli 2012

 komentar kelompok gilang tentang perbedaan hak cipta dengan hak paten

Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
  komentar HAK CIPTA kasus perbedaan luar negri dengan di indonesia 

KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA DI LUAR NEGERI1.Seseorang dengan tanpa izin membuat sebuah situs yang dapat mengaksessecara langsung isi berita dalam situs internet milik orang lain atau perusahaanlain. Kasus shhetland times Ltd Vs wills (1997)37 IPR 71 dan Wasington postcompany VS total news inc and others (murgiana hag, 2000 : 10-11)dalam hakkekayaan intelektual suatu pengantar , Lindsey t dkk.Komentar :“ Intinya adalah membuat situs tanpa izin itu TIDAK DIBENARKAN,namun dewasa ini telah banyak orang yang kurang menyadari hal itu, mereka yangmempunyai pengetahuan lebih tentang tekhnologi bisa dengan mudahnyamengakses dan membuat situs-situs dengan bebasnya, kasus diatas membahasbahwa adanya sebuah situs yang di buat tanpa izin, yang isinya dapat mengaksessecara langsung isi berita dalam situs internet milik orang lain atau perusahaanlain, hal ini sudah pasti akan merugikan perusahaan yang dijabarkan dalam situstersebut, atau berita-berita tentang sesorang dalam situs tersebut, jika bisakedepanya pada situs-situs tertentu di gunakan kode agar tidak sembarang orangbisa memasuki dan mengakses situs tersebut.
2.Bulan Mei tahun 1997, Group Musik asal Inggris, Oasis, menuntut ratusan situsinternet yang tidak resmi yang telah memuat foto-foto, lagu-lagu beserta lirik dan videoklipnya. Alasan yang digunakan oleh grup musik tersebut dapat menimbulkan peluangterjadinya pembuatan poster atau CD yang dilakukan pihak lain tanpa izinKomentar:”Intinya adalah para pembuat situs internet seharusnya sebelummenampilkan foto,lagu,dan lirik video meminta izin dari pihak yang terkait/bandOasis.Jika tidak meminta izin termasuk pelanggaran hak cipta.3.Di Australia, dimana AMCOS (The Australian Mechanical Copyright Owners Society)dan AMPAL (The Australian Music Publishers Association Ltd) telah menghentikanpelanggaran Hak Cipta di Internet yang dilakukan oleh Mahasiswa di Monash University.Pelanggaran tersebut terjadi karena para Mahasiswa dengan tanpa izin membuatsebuah situs Internet yang berisikan lagu-lagu Top 40 yang populer sejak tahun 1989(Angela Bowne, 1997 :142)
dalam
Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.Komentar:Setidaknya Mahasiswa/pembuat situs internet sebelum membuat situs harusmeminta ijin pihak terkait yang akan di tampilkan di internet.Untuk menghindaripenuntutan pelanggaran hak cipta
KOMENTAR HAK CIPTA



Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.

Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya. Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).


 
Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.
 HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL


Tanggapan Hak Cipta Motif Bali
tanggapan yang seharusnya Ketut Deni Aryasa telah mematenkan hak cipta motif terlebih dahulu, kebiasaan orang indonesia adalah selalu berleha-leha tentang kebudayaan nya atau hasil produk yang dihasilkan dan ketika produk itu di tiru dan dipatenkan pihak luar, baru orang indonesia sadar bahwa hal tersebut adalah salah atau dianggap harus di benarkan dengan melaporkan pada pihak pemerintah atau institusi terkait. Jadi dengan demikian perlu tindak lanjut dari pihak terkait dengan pemerintah agar mematenkan kembali motif yang telah ada di Bali sejak dulu.dan pemerintah juga seharusnya memperhatikan setiap perusahaan yang ingin mematenkan hak cipta hasil produk atau karyanya.

Tanggapan Hak Merek (Budha Bar)

Tanggapan yang sebaiknya penggunaan nama agama tidak dibenarkan untuk suatu produk atau hal-hal kegiatan komersial lainnya, karena agama merupakan suatu keyakinan yang dimiliki setiap manusia yang juga sangat sensitif apabila terdapat suatu hal yang menyinggung. Jadi seharusnya pihak Bar dan lainnya tidak menggunakan nama agama (Budha) untuk kegiatan komersial.

Tanggapan Hak Paten Samsung

Pihak samsung dan sharp sebaiknya lebih bisa bernegosiasi dengan baik masalah hak paten mengenai produk LCD dll. Karena produk-produk tersebut sudah sampai kepada konsumen dan distributor lainnya. Pihak samsung juga sebaiknya tidak memikirkan diri sendiri dan mau bernegosiasi, karena seharusnya hak paten terhadap produk yang dihasilkan sudah dilakukan terlebih dahulu oleh pihak Sharp.